Penelitian Kualitiatif
qualitaitve research |
Implikasi paradigma naturalistic
Bab sebelumnya telah menjelaskan mengenai perbedaan mendasar antara paradigma naturalistik dan paradigma positivistik. Sebelum kita membicarakan mengenai rancangan penelitian kualitatif secara terinci, perlu diketahui penjabaran atau implikasi dari paradigma naturalistik secara umum.
Entity-in-context.
Penelitian kualitatif selalu ingin berada sedekat mungkin dengan pembentukan suatu realita di konteks yang sesungguhnya, tidak artisial. Maka dari itu, peneliti dapat menjelaskan secara rinci antara fakta-fakta yang diamati dengan konteks tempat terjadinya fakta tersebut (natural setting). Pemahaman penelitian terhadap fakta dan pemahaman terhadap konteks sama pentingnya dalam penelitian kualitatif. (Ini merupakan salah satu alasan yang memotivasi peneliti Antropologi untuk tinggal selama beberapa waktu di konteks yang akan diamati).
Manusia sebagai instrumen penelitian.
Hanya manusia yang dapat menangkap dinamika interaksi antara fakta dengan konteks penelitian. Demikian pula interaksi antara peneliti dan yang diteliti justru dideskripsikan dalam penelitian kualitatif (bukan dikendalikan atau dihindarkan seperti dalam penelitian kuantitatif) untuk memperkaya data yang diperoleh. Pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, perasaan, bahkan intuisi justru mempertajam pengumpulan data penelitian kualitatif. (Jangan disalahartikan bahwa intuisi peneliti secara otomatis dapat dianggap sebagai data penelitian. Intuisi peneliti dapat digunakan untuk menggali informasi lain yang mungkin berkaitan). Oleh karena antara peneliti dan yang diteliti sebenarnya merupakan satu kesatuan dan harus dideskripsikan (bukan distandardisasi) dalam penelitian, maka penggunaan banyak surveyor dalam penelitian kualitatif tidak menjadi pilihan yang populer. Implikasi yang lain adalah bahwa peneliti juga harus mendeskripsikan siapa diri peneliti, dan bagaimana pengalaman sebelumnya yang berkaitan dengan tema penelitian maupun konteks penelitian. Pada umumnya dideskripsikan latar belakang, pemahaman dan sensitivitas budaya (familiaritas, kemampuan bahasa) di tempat penelitian. Seorang peneliti Amerika yang melakukan penelitian di Yogya tentunya akan berbeda dengan seorang peneliti yang berasal dari Yogyakarta. (Saya tidak menyatakan mana yang mutu penelitiannya lebih baik, akan tetapi jelas proses penelitiannya akan berbeda). Peneliti Amerika mungkin mempunyai hambatan bahasa, sehingga membutuhkan penterjemah dalam pengumpulan datanya, sedangkan peneliti Yogyakarta tidak membutuhkan hal tersebut, dan sebagainya.
Penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif lebih memungkinkan untuk menangkap realita ganda (multiple realities), dan mendeskripsikan situasi secara komprehensif dalam konteks yang sesungguhnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan cara sampling yang dapat mengoptimalkan kualitas data yang diperoleh (yaitu purposive sampling atau sampling bertujuan). Dengan demikian, sampel tidak mewakili dalam hal jumlah responden (kuantitas), namun kualitas atau ciri-ciri responden yang ingin diwakili. Cara pengumpulan data yang digunakan pun pada dasarnya adalah cara-cara yang dipakai oleh manusia ketika berinteraksi dengan manusia lainnya. Penggunaan kuesioner tertutup adalah alat yang artifisial untuk menangkap suatu realita, oleh karena realita dipaksakan untuk dimasukkan ke dalam kategori tertentu dengan pilihan yang terbatas pula. Dengan pengumpulan data kualitatif, peneliti kemudian melakukan analisis data secara induktif, berdasarkan data-data yang diperoleh. Dengan demikian konsep atau teori yang dihasilkan benar-benar berasal (emerged) dari data yang dihasilkan (grounded theory) bukan dari teori yang dipercaya sebelumnya. (Ingat pepatah believing is seeing. Artinya kalau kita telah mempercayai sesuatu hal, maka hanya hal-hal yang sesuai dengan kepercayaan kita tersebut yang akan kita lihat atau kita tangkap.) Oleh karena interaksi antara peneliti dan yang diteliti menjadi sangat dinamis dalam penelitian kualitatif, seringkali interaksi tersebut mempengaruhi rancangan penelitiannya dan mengharuskan peneliti untuk melakukan perubahan-perubahan. Apa yang direncanakan dalam usulan penelitian dapat diubah untuk mengakomodasi temuan-temuan baru di lapangan (proposal bersifat tentatif, bukan definit). Fleksibilitas ini justru merupakan kelebihan penelitian kualitatif (emergent design). Oleh karenanya tahapan penelitian kualitatifpun tidak bersifat linier (seperti halnya dalam penelitian kuantitatif), namun bersifat iteratif seperti skema berikut ini (WHO, 1994).
Negosiasi makna.
Dalam tahapan penelitian kualitatif di atas, dinamika yang paling tinggi terdapat pada siklus rancangan penelitian - pengumpulan data - dan analisis data. Proses ini terjadi secara simultan, dan hal ini sangat menentukan kualitas data yang diperoleh. Oleh karena prosesnya bersifat iteratif, proses ini memungkinkan peneliti untuk lebih memfokuskan fenomena yang akan diamati (fokus ditetapkan secara emergent) serta menegosiasikanmakna ataupun interpretasi dengan para pembuat fakta (responden penelitian) selama pengumpulan data berlangsung dengan tujuan meningkatkan validitas data.
Validitas dan reliabilitas data.
Dengan paradigma yang berbeda dengan penelitian kuantitatif, cara menetapkan validitas dan reliabilitas penelitian kualitatif pun berbeda, meskipun berbasis pada kriteria yang sama (yaitu truth value, aplikabilitas, konsistensi dan netralitas). Truth value mempertanyakan apakah hasil penelitian valid atau mencerminkan the truth, sedangkan aplikabilitas berkaitan dengan apakah hasilnya dapat diterapkan kepada subyek atau konteks yang lain (aplikabel). Dua kriteria yang lain adalah apabila penelitian tersebut direplikasi ke subyek dan konteks yang serupa, apakah hasilnya akan konsisten (konsistensi) dan pengaruh karakter peneliti terhadap hasil yang diperoleh (netralitas). Isu mengenai validitas dan reliabilitas dikenal dengan istilah trustworthiness, yang secara umum berarti apakah hasil penelitian ini trustworthy (dapat dipercaya) atau worth to trust (bermanfaat untuk dipercaya).
Penulisan laporan.
Dalam penulisan laporan kualitatif, tanggung jawab utama peneliti adalah mendeskripsikan serinci mungkin fenomena yang diteliti di konteks yang dipilih (case-study reporting mode).Kemungkinan aplikabilitas hasil penelitian tersebut di tempat atau konteks yang berbeda hanya bisa dilakukan atau diklaim oleh orang lain atau penelitian lain. Sebagai contoh, saya melakukan penelitian persepsi masyarakat terhadap malaria di kabupaten Jepara, propinsi Jawa Tengah. Penerapan hasil penelitian yang saya peroleh di kabupaten lain misalnya Purworejo, Jawa Tengah, hanya bisa diklaim oleh peneliti lain yang menguasai konteks Purworejo, bukan oleh saya. Dengan demikian, generalisasi berada di tangan peneliti lain atau pembaca, bukan tanggung jawab peneliti. Hal ini sangat berbeda dengan penelitian kuantitatif, oleh karena peneliti harus mampu menunjukkan generalisasi hasil penelitian yang dilakukan di sampel yang dipilih ke populasi tempat sampel tersebut diambil.
Tabel 2. Perbedaan metodologis antara penelitian kuantitatif dan kualitatif
Penelitian Kuantitatif
|
Penelitian Kualitatif
| |
Peran peneliti
|
Tidak dideskripsikan siapa peneliti
|
Peran, latar belakang, pengetahuan sebelumnya, dan sensitivitas kultural dideskripsikan
|
Tahap penelitian
|
Bersifat linear
| Bersifat iteratif |
Tujuan penelitian
|
Bertujuan untuk menguji hipotesis; mengungkap what dan how much
|
Bertujuan untuk mengembangkan hipotesis; mengungkap why dan how
|
Usulan penelitian
|
Bersifat definit, peneliti melaksanakan penelitian seperti yang tertera pada usulan
|
Bersifat tentatif, fokus penelitian, rancangan, pengumpulan data dan analisis dapat berubah sesuai temuan di lapangan (emergent)
|
Sampling dan sampel
|
Menggunakan probability sampling; ukuran sampel berbasis pada besar (jumlah) sampel
|
Menggunakan non-probability sampling atau purposive sampling; ukuran sampel berbasis pada kualitas atau ciri-ciri sampel yang ingin diwakili
|
Instrumen penelitian
|
Kuesioner tertutup, ceklis, atau alat penelitian lainnya
|
Manusia (peneliti) sebagai instrumen
|
Pengumpul-an data
|
Umumnya menggunakan kuesioner tertutup atau ceklis melalui survei atau eksperimental
|
Utamanya menggunakan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, atau observasi
|
Bentuk data
|
Angka
| Kata-kata, kalimat, narasi |
Kebutuhan asisten peneliti
|
Relatif lebih banyak
|
Terbatas dan harus dideskripsikan peran dan siapa asisten peneliti seperti halnya peneliti utama
|
Analisis data
|
Kemungkinan besar dapat menerapkan uji statistik untuk menguji hipotesis; analisis data dilakukan setelah seluruh pengumpulan data selesai
|
Analisis dilakukan secara kualitatif dan dilaksanakan bersamaan dengan proses pengumpulan data
|
Peran bias
|
Dikendalikan
| Dideskripsikan |
Generalisasi
|
Merupakan tanggung jawab peneliti
|
Dinyatakan oleh peneliti lain atau pembaca laporan penelitian
|
Waktu dan biaya penelitian
|
Relatif lebih cepat dan biaya lebih mahal
|
Relatif lebih lama dan biaya lebih murah
|
Latihan.
Anda diminta melakukan penelitian dengan tema kekerasan rumah tangga pada wanita (domestic violence). Diskusikan tujuan penelitian, rancangan penelitian dan cara pengumpulan data yang dapat digunakan, baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif.
Merancang penelitian kualitatif
Silakan anda menyimak bagian metode penelitian dari dua artikel penelitian yang terlampir pada bab ini (Rahardjo, Kirana, Tanaya, Wartinah, 1997; Winkvist & Akhtar, 1997). Penelitian Rahardjo dkk (1997) bertujuan untuk memperoleh model pelayanan kesehatan usia lanjut yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Ide ini dilatarbelakangi oleh terjadinya transisi demografi di Indonesia yang mengakibatkan perlunya dikembangkan dan ditingkatkan upaya kesehatan usia lanjut. Dalam hal ini perawatan di rumah harus dioptimalkan mengingat budaya orang Timur yang menjunjung tinggi kewajiban untuk merawat orang tua di rumah. Di kelurahan Matani, kecamatan Tomohon, kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara telah dikembangkan perawatan penderita di rumah jemaat (PPRJ) yang diorganisasi oleh masyarakat. Berikut adalah apa yang tertulis dalam bagian bahan dan cara kerja (artikel lengkap terlampir).
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif di kecamatan Tomohon, kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, dengan cara wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus, observasi langsung dan pengambilan data sekunder. Adapun informasi yang digali mencakup kebijakan dan pelaksanaannya di Sulawesi Utara, pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh masyarakat berikut organisasinya, serta dukungan maupun hambatan yang ditemui dan cara mengatasinya. Untuk maksud tersebut dipilih sumber informasi sebagai berikut:
1. Para pengambil keputusan dan stafnya di Kanwil Kesehatan dan Dinas Kesehatan Tingkat II
2. Para petugas kesehatan di tingkat kecamatan dari jajaran Depkes
3. Para pengelola Yayasan dan PPRJ
4. Para perawat dan kader anggota PPRJ, klien dan keluarganya
5. Data sekunder di Tingkat I, II dan PPRJ
Data/informasi yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.
Renungkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Apa kesan saudara terhadap informasi yang terdapat dalam bahan dan cara kerja pada contoh di atas?
2. Apakah informasi tersebut cukup lengkap sehingga peneliti lain dapat melakukan replikasi penelitian di konteks yang berbeda?
3. Apakah pembaca mempunyai informasi mengenai tujuan masing-masing cara pengumpulan data tersebut dan alasan pemilihannya?
4. Apakah pembaca mengetahui siapa yang diwawancara mendalam, pada kelompok mana DKT dilakukan, dan data apa yang dikumpulkan melalui observasi?
Kemungkinan jawaban dari seluruh pertanyaan di atas adalah TIDAK, atau kita sebagai pembaca tidak mempunyai informasi yang lengkap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Informasi yang tidak lengkap merupakan kesulitan awal bagi pembaca untuk menilai apakah hasil studi tersebut dapat dipercaya? Saya tidak mengatakan bahwa studi tersebut tidak dapat dipercaya, namun sebaliknya, kita juga tidak mempunyai informasi yang cukup untuk mengatakan bahwa studi tersebut dapat dipercaya hasilnya. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa penelitian kualitatif semula seringkali dianggap sebagai "the second class" dalam kancah penelitian kesehatan. Manifestasi anggapan ini cukup beragam, mulai dari anggapan bahwa metode kualitatif identik dengan cara pengumpulan data, penelitian kualitatif tidak dapat dipercaya hasilnya (karena bersifat subyektif) sampai dengan anggapan bahwa setiap orang dapat melakukan penelitian kualitatif tanpa bekal yang memadai (lain halnya dengan penelitian kuantitatif yang memerlukan banyak input, itupun seringkali dianggap tidak pernah cukup).
Bandingkan informasi yang terdapat pada bagian bahan dan cara kerja penelitian di atas dengan penelitian berikut ini. Winkvist dan Akhtar (1997) meneliti mengenai image terhadap kesehatan dan pilihan pelayanan kesehatan di kalangan wanita dengan sosial ekonomi rendah di Punjab, Pakistan. Penelitian ini memfokuskan pada prioritas masalah kesehatan wanita di Pakistan dengan perspektif jender mengingat adanya perbedaan persepsi terhadap kesehatan, kebutuhan kesehatan dan pelayanan kesehatan antara pria dan wanita. Disamping itu, penggunaan studi kualitatif untuk menggali masalah kesehatan dan pelayanan kesehatan dari kacamata wanita masih jarang dilaporkan. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan antara jumlah anak (laki dan perempuan) dan kesehatan maternal. Fokus utama penelitian ini adalah faktor-faktor psikososial yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh wanita (yaitu persepsi atau image wanita terhadap prioritas kesehatan dalam kehidupan secara umum dan pilihan pelayanan kesehatan) dan variasi menurut ciri-ciri anak (jumlah anak dan jenis kelamin) dan wanita. Berikut adalah pokok-pokok yang ditulis dalam bagian metode (artikel lengkap terlampir).
Paragraf 1 (hal. 1484, kolom 1) menjelaskan mengenai konteks penelitian, dalam hal ini propinsi Punjab, dan penelitian yang telah berlangsung di propinsi ini. Pemilihan daerah penelitian dikemukakan disini untuk mewakili daerah perkotaan dan pedesaan.
Paragraf 2 (hal. 1484, kolom 2) mendeskripsikan mengenai populasi penelitian ini, yaitu seluruh ibu rumah tangga (terdapat perkecualian), pekerjaan suami, jenis keluarga (inti atau extended) dan cara memperoleh makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Deskripsi mengenai daerah penelitian terdapat pada artikel lain (dengan pengarang yang sama) yang dirujuk dalam artikel tersebut
Paragraf 3 (hal. 1484, kolom 2) menjelaskan mengenai strategi samplingnya, yaitu dengan membedakan wanita dengan jumlah anak sedikit (<4) dan banyak (>4), dan di dalam kategori tersebut masing-masing dibedakan wanita dengan >2/3 anak laki atau >2/3 anak perempuan. Penelitian ini merekrut baik wanita yang bertempat tinggal dekat dengan fasilitas kesehatan maupun yang jauh, ataupun yang kooperatif dan tidak kooperatif. Total sampel penelitian ini berjumlah 42 wanita, 24 wanita di pedesaan dan 18 di perkotaan.
Paragraf 4 (hal. 1484 kolom 2) menguraikan cara pengumpulan data, yaitu wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka. Wanita dikunjungi sedikitnya 4 kali selama 9 bulan penelitian. Bagian ini menjelaskan situasi pada saat wawancara, lama wawancara, verbal consent, penolakan wawancara, ijin penelitian dari komisi etik, perekaman data, dan penyusunan transkrip.
Paragraf 5 (hal. 1484 kolom 2 - hal. 1485) menjelaskan mengenai cara peneliti mengakses wilayah penelitian, siapa peneliti, dan bias yang mungkin timbul dalam penelitian ini.
Paragraf 1 (hal. 1485 kolom 1) mengungkapkan macam strategi yang digunakan untuk meningkatkan kredibilitas hasil penelitian (yaitu triangulasi cara pengumpulan data dan subjek, member-checking melalui DKT, dan peer-debriefing[1] dengan kolega peneliti Amerika maupun Pakistani dengan minat yang serupa, dan reflective journals untuk menggali ide-ide yang bias. (Pada paragraf ini banyak istilah dan konsep baru yang akan dibahas pada bagian validitas dan reliabilitas data pada penelitian kualitatif. Untuk saat ini, cukup mengenai istilahnya saja terlebih dahulu).
Paragraf 2 (hal. 1485 kolom 1) menyatakan mengenai kesepakatan antara berbagai sumber data.
Paragraf 3 (hal. 1485 kolom 1-2) menjelaskan mengenai kategori sampel yang mempunyai makna dalam penelitian ini. Status sosial ekonomi rendah ternyata masih dapat dikelompokkan lagi, selain bahwa terdapat kelompok lain berdasarkan kasta (meskipun kemudian dijelaskan bahwa pengelompokkan ini tidak mempunyai makna penting dalam kaitannya dengan tujuan penelitian ini).
Paragraf 4 (hal. 1485 kolom 2) menguraikan mengenai cara analisis data, yaitu secara konstan melakukan pembandingan-pembandingan (constant comparative method), matriks, dan peta konsep, serta kemungkinan generalisasi ke wilayah lain di Punjab ataupun wilayah yang lebih luas.
Bagaimana kesan sekilas pembaca mengenai bagian metode pada penelitian Winkvist dan Akhtar (1997) di atas? Sekilas kita akan memperoleh kesan bahwa lebih banyak informasi mengenai metode penelitian yang diberikan kepada pembaca. Apabila kita menyimak bagian tersebut dengan teliti, maka terdapat lebih banyak jawaban YA dari pertanyaan yang sama yang diajukan pada penelitian mengenai model pelayanan usia lanjut. Saya berharap bahwa artikel Winkvist dan Akhtar (1997) lebih memberikan gambaran kepada saudara mengenai apa yang dimaksud dengan rancangan penelitian pada penelitian kualitatif dan informasi apa saja yang harus dituliskan.
Untuk mengembangkan bagian rancangan (atau metode) penelitian pada penelitian kualitatif, beberapa penulis mencoba mengembangkan kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman penyusunan usulan (dan juga laporan penelitian) sekaligus dipakai untuk menganalisis secara kritis hasil penelitian kualitatif (misalnya Britten, Jones, Murphy, Stacy, 1995; Marshall & Rossman, 1989; Miles & Huberman, 1994; Popay, Rogers, Williams, 1998; Harris, Jerome, Fawcett, 1997). Hal ini telah dikembangkan terlebih dahulu pada penelitian kuantitatif. Sackett, Haynes, Guyatt, dan Tugwell (1991) misalnya telah menyusun kriteria untuk mengevaluasi studi mengenai tes diagnosis, prognosis, analisis pengambilan keputusan klinis, dan terapi; serta ahli-ahli epidemiologi juga mengembangkan kriteria untuk rancangan penelitian yang spesifik, misalnya survei, case-control, cohortataupun intervensi.
Utarini, Winkvist, dan Pelto, (1999) mengembangkan kriteria untuk mengevaluasi artikel penelitian kualitatif yang menggunakan rancangan rapid assessment procedures (RAP) yang diterbitkan dalam bentuk artikel di jurnal ilmiah. Kriteria tersebut terdiri dari 11 pertanyaan dan akan dimodifikasi sebagai pedoman untuk mendeskripsikan bagian rancangan penelitian dalam modul ini.
Kesebelas kriteria tersebut adalah:
Kesebelas kriteria tersebut adalah:
1. Tujuan: Apakah tujuan penelitian dideskripsikan dengan jelas?
2. Subjektivitas: Apakah latar belakang, pemahaman, pengalaman atau hubungan dengan konteks penelitian sebelumnya dan familiaritas terhadap budaya setempat dideskripsikan dengan jelas?
3. Pedoman pengumpulan data: Apakah ada deskripsi yang jelas mengenai pedoman pengumpulan data dan proses penyusunannya?
4. Staf: Apakah proses rekrutmen dan pelatihan asistem peneliti dideskripsikan dengan jelas?
5. Cara pengumpulan data: Apakah alasan pemilihan cara pengumpulan data dan jenis data yang dikumpulkan untuk setiap cara pengumpulan data dideskripsikan dengan jelas?
6. Seleksi lokasi penelitian: Apakah digunakan strategi sampling yang tepat untuk memilih lokasi penelitian?
7. Seleksi informan: Apakah sistematika proses memilih informan dideskripsikan dengan jelas?
8. Kredibilitas: Apakah strategi untuk meningkatkan kredibilitas dideskripsikan dengan jelas?
9. Analisis: Apakah proses analisis tepat dan dideskripsikan dengan jelas?
10. Penyajian: Apakah hasil dan pembahasan dideskripsikan dengan jelas?
11. Etik: Apakah prinsip etik penelitian dipegang teguh dan apakah proses memperoleh informed consent diuraikan?
Uraian berikut akan menjelaskan masing-masing kriteria tersebut, dengan penekanan pada informasi apa yang perlu disajikan dalam proposal penelitian. Penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis (misalnya teknis melakukan berbagai cara pengumpulan data, teknis analisis kualitatif) akan diberikan pada bagian yang terpisah.
Tujuan penelitian
Secara umum, penelitian kualitatif lebih memfokuskan pada jawaban atas pertanyaan why dan how, sedangkan pertanyaan kuantitatif menjawab pertanyaan how much atau how many. Polit dan Hungler (1997) secara rinci menjabarkan berbagai jenis pertanyaan penelitian kuantitatif dan kualitatif berdasarkan tujuan penelitian (yaitu untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan, mengeksplorasi, menjelaskan, serta memprediksi dan mengkontrol) (Tabel 3). Contoh aplikasi tujuan penelitian kualitatif di program kesehatan disajikan oleh WHO berikut ini (WHO, 1994):
- Mengeksplorasi masalah kesehatan yang tidak banyak diketahui sebelumnya
- Mengidentifikasi persepsi lokal mengenai kesehatan dan prioritas pembangunan
- Mengidentifikasi strategi intervensi dan target populasi yang relevan
- Meneliti kelayakan, akseptabilitas, dan ketepatan suatu program kesehatan baru
- Mengembangkan kegiatan dan materi komunikasi, informasi dan edukasi yang sesuai
- Mengidentifikasi masalah-masalah dalam intervensi yang sedang berjalan dan menyarankan pemecahan masalah yang sesuai
- Membantu interpretasi hasil penelitian kuantitatif
- Merancang instrumen penelitian kuantitatif melalui identifikasi topik pertanyaan yang relevan dan penyusunan kalimatnya.
Tabel 3. Macam pertanyaan pada penelitian kuantitatif dan kualitatif
berdasarkan tujuan penelitian*
Tujuan
|
Pertanyaan penelitian kuantitatif
|
Pertanyaan penelitian kualitatif
|
Identifikasi
|
Fenomena apakah ini?
Apa nama fenomena tersebut?
| |
Deskripsi
|
Berapa prevalensi kejadian fenomena tersebut?
Seberapa sering kejadiannya?
Apa karakteristik fenomena tersebut?
|
Apa dimensi fenomena tersebut?
Variasi-variasi apa yang terjadi?
Apa yang penting dari fenomena tersebut?
|
Eksplorasi
|
Apa faktor-faktor yang berkaitan dengan fenomena tersebut?
Apa yang melatarbelakangi fenomena tersebut?
|
Bagaimana karakteristik keseluruhan fenomena tersebut?
Apa yang sesungguhnya terjadi?
Bagaimana konteks terjadinya atau dialaminya fenomena tersebut?
|
Eksplanasi
|
Seberapa kekuatan hubungan antara fenomena dengan faktor-faktor yang berkaitan?
Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab fenomena tersebut?
Apakah fenomena tersebut dapat dijelaskan dengan teori X?
|
Fenomena tersebut terjadi pada situasi-situasi apa?
Mengapa fenomena tersebut ada?
Apa makna fenomena tersebut?
Bagaimana terjadinya fenomena tersebut?
|
Prediksi dan kontrol
|
Apa yang akan terjadi bila fenomena tersebut diubah atau diintervensi?
Apabila terjadi fenomena X, apakah akan diikuti oleh fenomena Y?
Bagaimana mengubah kejadian atau prevalensi suatu fenomena?
Apakah kejadiannya dapat dikendalikan?
|
* Sumber: Polit & Hungler, 1997.
Tidak ada penelitian yang etis tanpa dilandasi oleh tujuan dan manfaat penelitian yang jelas. Oleh karenanya, tujuan penelitian harus dinyatakan secara jelas dan tidak dirancukan dengan manfaat penelitian. Berikut ini adalah contoh tujuan beberapa penelitian kualitatif di bidang promosi dan perilaku kesehatan.
Table 4. Contoh tujuan penelitian dari beberapa penelitian kualitatif
Penga-rang/
Tahun
|
Masalah
|
Tujuan penelitian
|
Lokasi
|
Lama
|
Bentley, et al., 1988
|
Manajemen kasus diare
|
To provide information on: (1) beliefs about diarrhea and feeding patterns during diarrheal episodes ; (2) language and scope of the multisite survey; (3) cultural and social information to facilitate the educational intervention phase.
|
Peru dan Nigeria
|
6 mg di Peru dan 4 mg di Nigeria
|
Watts et al., 1989
|
Guinea worm
|
To explore: (1) the nature and extent of the impact of the disease on the mothers, their families and communities; and (2) coping strategies used.
|
Nigeria
|
2 bl
|
Ong et al., 1991
|
Puskes-mas
|
To define health and social needs of an urban, deprived community.
|
Inggris
|
5 bl
|
Agye-pong 1992
|
Malaria
|
To investigate sociocultural factors affecting malaria transmission and control--community perceptions relating to malaria causation, diagnosis, treatment, and prevention.
|
Gana
|
3 mg in- tensif, 6 bl total
|
Kresno et al., 1994
|
ISPA
|
To identify local beliefs, perceptions, terminology, home care, and health care-seeking behaviors surrounding ARI in infants and young children.
|
Indo-nesia
|
3 bl
|
Murray et al., 1994
|
Praktek umum
|
To explore the use of rapid appraisal in defining the health and social needs of a community and to formulate joint action plans between the residents and service providers
|
Inggris
|
3 bl
|
Shawyer et al., 1996
|
Diare
|
To investigate rural mothers' and grandmothers' belief system of illness categories, perceived causes and appropriate management of diarrhea in children under five years of age and the potential influence of grandmothers resident in the household on the decisions of the mothers
|
Thai-land
|
3 bl
|
Adrien et al., 1996*
Willms et al., 1996**
Singer et al., 1996***
|
HIV/
AIDS
|
To identify the information necessary to design programs that reduce the risk of HIV transmission in selected ethnocultural communities
To identify risk situations specific to vulnerable persons living in ethnocultural communities, in order to understand the risk-enhancing behaviors that actually take place
To: (1) identify social and cultural contexts of risk factors for HIV transmission in six ethnocultural communities; (2) determine the particular risk behaviors to include in the survey in the next phase; and (3) establish sampling frames and appropriate data collection strategies for the behavior survey
|
Kanada
|
31 bl
|
Mathur et al., 1996
|
Nutrisi
|
To: (1) develop and test tools for rapid appraisal of economic and morbidity profile and dietary intake; (2) collect data on the economic, morbidity, and dietary profiles using conventional interview schedules; and (3) compare data obtained by the two methods for economic status and dietary profile.
|
India
|
4 bl
|
*Artikel ini berisi keseluruhan rancangan penelitian; ** berisi rancangan studi RAP; dan *** berisi hasil studi RAP
Untuk penulisan tujuan penelitian dengan jelas. Tujuan penelitian yang baik memberikan informasi tidak hanya mengenai hasil akhir yang akan dicapai dalam suatu penelitian, tetapi juga gambaran mengenai unit analisis, lokasi penelitian dan rancangan yang akan digunakan. Tujuan penelitian yang pada umumnya ditulis pada bagian latar belakang tersebut kemudian digunakan sebagai dasar dari alasan pemilihan penelitian kualitatif. Jenis penelitian beserta alasannya dideskripsikan pada bagian metode penelitian.
Creswell (1994) mengusulkan agar perumusan tujuan penelitian kualitatif menggunakan struktur sebagai berikut :
Tujuan penelitian ini adalah untuk ________________ (memahami? mendeskripsikan? mengembangkan? mengeksplorasi?) ___________ (konsep atau tema yang diteliti) pada ______________ (unit analisis: individu, proses, kelompok, masyarakat, dll) di ___________ (konteks studi) menggunakan rancangan ________________ (kuantitatif atau kualitatif, sebutkan rancangannya). (Modifikasi Creswell, 1994).
Rancangan penelitian
Dalam penelitian kuantitatif, kita mengenal berbagai rancangan penelitian yang dapat digunakan. Rancangan tersebut dapat dibedakan menurut ada tidaknya intervensi yang dilakukan oleh peneliti, yaitu non-eksperimental (misalnya cross-sectional survey, case-control, cohort) dan eksperimental (clinical trial dan quasi-experimental). Sebelum kita membahas analogi rancangan penelitian pada penelitian kualitatif, terdapat beberapa ciri rancangan penelitian kualitatif secara umum (modifikasi Polit & Hungler, 1997):
Variabel. Penelitian kualitatif pada umumnya tidak menggunakan istilah variabel dependen dan independen, oleh karena penelitian ini jarang sekali mengendalikan atau memanipulasi variabel independen ataupun konteks penelitian. Variabel juga tidak dapat didefinisioperasionalkan seperti halnya pada penelitian kuantitatif. Definisi operasional variabel pada penelitian kualitatif lebih menunjukkan definisi oprasional konsep atau fenomena utama yang akan diteliti (working definition).
Point pengumpulan data. Seperti halnya penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif pun dapat bersifat cross-sectional (1 kali pengumpulan data per responden) ataupun longitudinal (beberapa kali pengumpulan data per responden dalam kurun waktu tertentu). Sebagai ilustrasi, Sureni (1999) meneliti perilaku seksual pasangan pada penderita kanker serviks dan payudara dengan cara mewawancara penderita secara terpisah sebanyak 4 kali dalam kurun waktu 6 bulan.
Setting. Peneliti kualitatif selalu mengumpulkan data penelitian dalam konteks atau setting tempat fenomena tersebut terjadi.
Berbicara mengenai rancangan (design) suatu penelitian, rancangan penelitian kuantitatif seperti yang telah disebutkan di atas barangkali dapat dipadankan dengan beberapa tradisi dalam penelitian kualitatif (research tradition). (Untuk selanjutnya, istilah tradisi penelitian digunakan secara bergantian dengan istilah rancangan penelitian penelitian). Tradisi-tradisi tersebut tidak lepas dari asal disiplin ilmu tempat berkembangnya tradisi tersebut. Beberapa istilah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Overview mengenai beberapa tradisi penelitian kualitatif
Disiplin
|
Tradisi
|
Fokus
|
Antropologi
| Etnografi |
Fokus utama adalah budaya. Studi etnografi berusaha mengungkap "What is the culture of this group of people?". Cara pengumpulan data utama yang digunakan adalah observasi partisipasi dengan konsekuensi kerja lapangan yang intensif. Interpretasi dan analisis temuan studi etnografi disajikan menurut perspektif budaya.
|
Psikologi/
Filosofi
| Fenomenologi |
Fokus utama adalah pengalaman nyata. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah "What is the structure and essence of experience of this phenomenon for these people?" Dengan kata lain, deskripsi mengenai bagaimana pengalaman orang lain dan apa maknanya bagi mereka. Fenomena yang diamati dapat berupa emosi, hubungan, perkawinan, pekerjaan, dan sebagainya.
|
Sosiologi
|
Grounded theory
Symbolic interactionism
|
Merupakan strategi induktif untuk menyusun dan menkonfirmasi teori yang berasal dari data empirik.
"What common set of symbols and understandings have emerged to give meaning to people's interactions?" Kata kunci tradisi ini adalah interaksi. Bagaimana cara orang menterjemahkan dan menginterpretasi interaksi sosial? Asumsi yang mendasari adalah seseorang menciptakan makna melalui interaksi mereka dengan orang lain. Makna tersebut kemudian menjadi fakta atau realitas.
|
Sumber: Patton (1990); Polit and Hungler (1997)
Ketegangan antara basic dan applied research sering dijumpai dalam berbagai disiplin, demikian pula halnya dalam aplikasi penelitian kualitatif di bidang kesehatan. Biasanya, peneliti-peneliti yang menggunakan tradisi kualitatif murni (basic research) mengklaim bahwa penelitian yang mereka lakukan merupakan gold-standard.Mereka memandang secara skeptis terhadap penelitian yang dilakukan oleh peneliti applied research (dalam hal ini applied qualitative research). Skeptisisme tersebut muncul oleh karena kemampuan penelitian applied untuk menghasilkan pengetahuan baru yang memacu pengembangan suatu teori dan pemahaman terhadap fenomena yang diteliti (Utarini et al, 1999).
Di lain pihak, terdapat kebutuhan untuk memperoleh informasi kualitatif di bidang kesehatan. Rapid Assessment Procedures (RAP) merupakan salah satu bentuk penelitian kualitatif terapan yang dikembangkan oleh para antropolog kesehatan untuk merespon kebutuhan manajer program kesehatan untuk memperoleh informasi yang terfokus, tepat waktu, dan juga dapat dipercaya hasilnya. Hal ini dikarenakan manajer program kesehatan tidak dapat menunggu terlalu lama hasil suatu survei ataupun penelitian kualitatif murni untuk memperoleh evaluasi mengenai program yang dilakukan. Ciri utama RAP adalah (Utarini et al, 1999):
· Fokus masalah kesehatan atau sosial yang terarah (terbatas)
· Sampel informan kunci dan responden yang relatif kecil jumlahnya
· Periode pengumpulan data yang relatif singkat
· Pedoman pengumpulan data yang mengarahkan penelitian pada fokus yang terbatas
· Pengumpulan data dengan berbagai metode (multiple methods)
Penelitian di bidang kesehatan pada umumnya bersifat applied qualitative research. Oleh karenanya rancangan penelitian kualitatif pada tabel 5 tidak selalu diterapkan. Untuk penyusunan usulan penelitian, apabila ada rancangan khusus yang digunakan maka seyogyanya rancangan tersebut disebutkan secara eksplisit.
Subjektivitas dan staf
Penggunaan istilah subjektivitas dalam kehidupan sehari-hari seringkali mempunyai konotasi yang negatif. Apabila seseorang mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat orang pada umumnya, maka label yang kita berikan adalah bahwa pendapat tersebut subjektif oleh karena hanya satu atau sebagian kecil orang yang berpendapat demikian (maka dari itu pendapat tersebut legitimateuntuk diabaikan). Dengan demikian, subyektif mempunyai konotasi tidak benar, tidak tepat, tidak dapat dipercaya, bias (atau tidak objektif). Pandangan naturalistik tentu saja berbeda. Satu pendapat dapat saja bersifat obyektif apabila pendapat tersebut memang benar-benar dapat dipercaya. Jumlah bukan merupakan kriteria untuk mengelompokkan sesuatu menjadi subjektif atau objektif, melainkan kualitas informasinya.
Interpretasi subjektif yang lain berkaitan dengan pengertian bahwa peneliti tidak independen terhadap fakta atau fenomena yang diamati (Renungkan bahwa objektivitas yang absolut tidak pernah terjadi dalam penelitian!). Dalam penelitian kualitatif, subjektivitas menjadi sumber kekuatan untuk meningkatkan validitas data yang dikumpulkan. Oleh karenanya kualitas data sangat bergantung pada kualitas peneliti (manusia) sebagai instrumen penelitian, yaitu keterampilan metodologis, sensitivitas dan integritas peneliti. Agar pembaca dapat memahami subjektivitas peneliti (dan juga komplementaritas peneliti apabila peneliti lebih dari satu orang), dibutuhkan informasi mengenai latar belakang profesional, pemahaman awal (pre-understanding) peneliti, dan sensitivitas kultural (misalnya familiaritas dengan lokasi penelitian dan kemampuan peneliti menggunakan bahasa setempat). Hal yang sama juga perlu dideskripsikan untuk asisten peneliti, selain rekrutmen dan cara melatihnya. Berikut adalah contoh deskripsi dari beberapa artikel:
“She was chosen (as a moderator) because of her vast experience in health education techniques and her credibility with the local Native population, having dealt extensively with Native health issues." (Penelitian mengenai needs assessment untuk HIV/AIDS pada kelompok penduduk asli di perkotaan di Kanada oleh Brassard, Smeja, Valverde, 1996)
"The principal investigator is a female doctor with additional formal training in public health and a special interest in women’s health (AU). Prior to this study, she has performed a number of qualitative-based studies. She is Javanese and speaks the language well. She initially spent six months in Jepara to get acquainted to the area, the organization and individuals involved in malaria control program. The second author (AW), who guided study design, data collection and analysis, is a Swedish nutritionist, with experiences of using both quantitative and qualitative methods for investigating health issues in developing countries. Following the first six months for study orientation, a research assistant (FMU) was recruited. She is graduated from Anthropology, willing to live in the area, and speaks the local language". (Studi RAP mengenai persepsi masyarakat Jepara terhadap penyakit malaria oleh Utarini, Winkvist, Ulfa, 2000).
Pedoman pengumpulan data
Dalam proses pengumpulan data penelitian kualitatif, manusia berfungsi sebagai instrumen utama penelitian. Meskipun demikian, pada pelaksanaannya peneliti dibantu oleh pedoman pengumpulan data (misalnya pedoman wawancara, pedoman DKT, pedoman observasi terbuka dan sebagainya). Pedoman ini membantu peneliti melakukan pengumpulan data secara efisien. Sebagaimana halnya dengan kuesioner tertutup pada penelitian kuantitatif, pedoman penelitian kualitatif pun disusun secara sistematis melalui prosedur tertentu dan bertujuan untuk meningkatkan mutu data yang diperoleh (lihat catatan mengenai penyusunan pedoman pengumpulan data). Oleh karenanya, proses penyusunan pedoman tersebut penting dideskripsikan. Apakah pedoman disusun oleh satu orang? Apakah pedoman disusun di balik meja, tanpa studi lapangan? Apakah dilakukan penelitian kuantitatif sebelumnya untuk menyusun pedoman DKT?
Untuk studi RAP, terdapat beberapa pedoman pengumpulan data yang telah dipublikasi, yaitu manajemen diare di rumah tangga (Herman & Bentley, 1992), infeksi saluran pernapasan akut (WHO, 1993), malaria (Agyepong, Aryee, Dzikunu, Manderson, 1995), vitamin A (Blum, Pelto, Pelto, Kuhnlein, 1997), women's health (Gittelsohn, Pelto, Bentley, Bhattacharyya, Jensen, 1998), dan HIV/AIDS (Scrimshaw et al., 1991).
Cara pengumpulan data
Dalam penelitian kualitatif terdapat banyak cara yang dapat dipakai untuk mengumpulkan data, namun yang paling sering digunakan adalah wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (DKT) dan observasi. Dalam rancangan penelitian perlu dijelaskan cara pengumpulan data apa yang digunakan (dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan masing-masing cara serta bagaimana memilih sampelnya), tujuan dan jenis data yang diharapkan dari setiap cara pengumpulan data tersebut.
Tabel 6. Kekuatan dan kelemahan cara pengumpulan data kualitatif
Cara pengumpulan data
|
Kekuatan
|
Kelemahan
|
Wawancara mendalam: peneliti sebelumnya menetapkan topik yang akan ditanyakan
|
Lebih sistematik dan komprehensif dibanding wawancara informal, dengan mempertahankan gaya percakapan (conversational)
|
Topik yang penting mungkin terlupakan. Pewawancara terkadang mengubah urutan dan pernyataannya, sehingga mungkin menghasilkan respon yang berbeda, mengurangi komparabilitas dengan wawancara yang lain.
|
DKT: teknik pengumpulan data dalam kelompok dengan mengoptimalkan interaksi antar peserta DKT
|
Menghasilkan informasi yang banyak dalam waktu singkat. Cara ini tepat untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi kepercayaan, sikap dan perilaku, dan mengidentifikasi pernyataan yang relevan untuk wawancara individual. DKT merupakan bentuk komunikasi yang paling familier bagi masyarakat.
|
Tidak menghasilkan informasi berupa frekuensi atau distribusi kepercayaan atau sikap, sulit melaksanakannya, membutuhkan keterampilan fasilitator yang tinggi. Peserta dapat saling mempengaruhi pendapat peserta yang lain.
|
Observasi terbuka: observer merupakan orang luar, bukan partisipan. Apa yang diobservasi hanya ditentukan secara umum, bertujuan untuk mengobservasi perilaku dalam konteks yang holistik.
|
Tepat untuk mengeksplorasi aspek masalah yang belum diketahui dan memahami perilaku dalam konteks fisik dan sosial. Dapat menghasilkan banyak "kejutan".
|
Tidak menghasilkan ukuran perilaku yang tepat dan dapat diulang, sehingga tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan perilaku.
|
Partisipasi observasi: pendekatan peneliti sehingga peneliti menjadi anggota aktif (berpartisipasi aktif) dalam perilaku yang diamati. Umumnya cara ini melibatkan wawancara dan observasi terbuka.
|
Dapat menggunakan seluruh cara pengumpulan data dengan membangun rapport yang baik, dapat digunakan untuk menyusun pertanyaan yang relevan, memahami proses, kejadian, dan hubungan-hubungan dalam konteks sosialnya.
|
Banyak memakan waktu, peneliti harus mampu menggunakan bahasa setempat, membutuhkan keterampilan observasi dan mencatat yang tinggi.
|
Sampling
Isu sampling harus dideskripsikan dalam kaitannya dengan 2 hal, yaitu alasan pemilihan lokasi penelitian dan pemilihan responden penelitian (sampel). Alasan pemilihan lokasi penelitian beserta deskripsinya relevan untuk membahas kemampuan generalisasi suatu hasil penelitian. (Pada umumnya artikel penelitian banyak mendeskripsikan lokasi penelitian, namun jarang terdapat informasi alasan pemilihan lokasi tersebut). Strategi sampling lebih didasarkan atas pengetahuan mengenai variasi geografis, epidemiologis, ekologis, demografi, budaya, ataupun bahasa, daripada pertimbangan jumlah lokasi penelitian seperti halnya dalam penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat memberi informasi yang berharga dalam pertimbangan sampling ini.
Penelitian Adrien, Godin, Cappon, Singer, Maticka-Tyndale, Willms (1996) yang bertujuan untuk mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan untuk merancang program untuk menurunkan risiko penularan HIV di masyarakat etnik tertentu di Kanada menggunakan tiga kriteria untuk memilih masyarakat etnik: epidemiologi infeksi HIV/AIDS, jumlah populasi dan lokasi masyarakat di perkotaan, serta kekompakan dan tingkat partisipasi masyarakat.
Isu sampling kedua berkaitan dengan bagaimana strategi sampling dalam penelitian kualitatif. Berbagai pertanyaan yang muncul antara lain apakah perlu menggunakan random sampling? Apabila tidak, bagaimana mengendalikan bias yang mungkin muncul? Random sampling didasari atas asumsi bahwa karakteristik populasi mengikuti distribusi normal dan setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih dalam sampel. Kedua hal ini tidak berlaku dalam prinsip penelitian kualitatif. Alasan pertama, random sampling menghasilkan jumlah sampel yang optimal. Dalam penelitian kualitatif, terhadap hubungan yang terbalik antara kualitas informasi yang dikumpulkan dari setiap responden dengan jumlah responden. Alasan kedua, semakin bervariasi suatu fenomena, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai saturasi[2], sehingga semakin besar jumlah sampelnya. Selain itu, alasan yang fundamental adalah bahwa penelitian kualitatif justru mencari responden yang dapat memberikan informasi mengenai fenomena yang diteliti. Apabila fenomena tersebut berkaitan dengan pengalaman tertentu, maka penelitian kualitatif akan mengidentifikasi responden yang mempunyai pengalaman terbanyak. Oleh karenanya, pemilihan sampel menjadi bias oleh karena mempunyai tujuan tertentu (purposive sampling). Morse (1998) justru menyatakan memang harus bias (it must be biased). In her words, "it is the wise and smart use of bias that enables our research to be efficient and valid and our theories to be elegant and whole”.
Terdapat 2 jenis strategi sampling, yaitu probabilistic dan non-probabilistic sampling. Probabilistic samping digunakan pada penelitian kuantitatif, sedangkan non-probabilistic atau purposive sampling digunakan dalam penelitian kualitatif. Disebut purposive, oleh karena cara samplingnya memang bertujuan (purpose) tertentu, yaitu memilih sampel yang kaya informasi. WHO secara komprehensif mengkomplikasi macam-macam cara sampling yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif (WHO, 1994) (Tabel 6). (Saudara tidak perlu memahami setiap jenis sampling tersebut, tetapi setidaknya mempunyai persediaan cukup banyak tentang jenis sampling yang dapat dipilih nantinya!)
Isu sampling ketiga berkaitan dengan sampel responden yang dipilih. Pertanyaan yang sering diajukan adalah berapa besar sampel yang dibutuhkan atau ideal? Apa patokan dalam menentukan besar sampel? Sandelowski (1995) menjawabnya dengan mengatakan bahwa "neither small nor large, but too small or too large". Artinya penilaian apakah jumlah sampel dalam penelitian kualitatif memadai atau tidak bukan merupakan persoalan kecil atau besar per se (baca: jumlahnya kecil atau besar), namun didasarkan atas pertimbangan apakah terlalu kecil atau terlalu besar untuk strategi sampling yang digunakan dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian.
Penetapan besar sampel pada akhirnya tergantung pada tujuan penelitian dan strategi sampling yang dipilih. Menurut Sandelowski (1995), apabila digunakan strategi deviant case samplingdengan tujuan untuk memahami suatu fenomena yang luar biasa (unsual), maka 1 kasus mungkin sudah memadai. (Kasus tidak selalu berarti orang, dapat berarti kejadian, pengalaman, proses, kelompok, dan sebagainya). Sebaliknya, maximum variation sampling merupakan salah satu strategi sampling yang paling sering digunakan dan membutuhkan minimum besar sampel yang paling besar dibandingkan dengan strategi sampling yang lain. Pada prinsipnya, semakin bervariasi suatu fenomena yang diamati, semakin banyak unit sampling yang dibutuhkan untuk mencapai saturasi.
Tabel 7. Strategi sampling non-probabilisticatau purposive*
Jenis sampling
|
Tujuan
|
Extreme or deviant cases
|
Sampel dengan manifestasi fenomena yang luar biasa
|
Intensity sampling
|
Memilih beberapa kasus dengan manifestasi fenomena yang intensif (tetapi tidak luar biasa)
|
Maximum variation sampling, yaitu memilih variasi fenomena yang beragam
|
Memperoleh variasi yang maksimal, mendokumentasikan variasi yang beragam atau unik, mengidentifikasi pola-pola yang sering dijumpai
|
Homogeneous sampling
|
Memfokuskan pada responden yang homogen untuk memfasilitasi wawancara kelompok atau diskusi kelompok terarah
|
Typical case sampling
|
Menunjukkan atau menonjolkan pola yang khas, normal, umum, atau sering terjadi
|
Stratified purposeful sampling, yaitu memilih informan dari subkelompok yang ingin diamati
|
Menggambarkan ciri-ciri subkelompok tertentu yang ingin diamati, melakukan perbandingan antar kelompok
|
Critical case sampling, yaitu memilih kasus (lokasi, kejadian, individu) yang memiliki kekhususan atau penting untuk alasan tertentu
|
Memaksimalkan informasi apabila sumber dayanya terbatas (sehingga peneliti harus membatasi jumlah lokasi penelitian atau besar sampel)
|
Snowball or chain sampling (memilih 1 atau 2 informan kunci, kemudian meminta mereka mengusulkan informan berikutnya)
|
Memfasilitasi identifikasi fenomena yang ingin diamati
|
Criterion sampling (memilih kasus yang memenuhi kriteria tertentu)
|
Meneliti jenis kasus tertentu secara mendalam, mengidentifikasi seluruh sumber variasi
|
Theory-based sampling (sampling berdasarkan kontruk teori dari fenomena yang diamati)
|
Mengelaborasi dan meneliti konstruk teoritis dari fenomena yang diamati
|
Confirming and disconfirming cases
|
Mengelaborasi dan mendalami analisis awal dengan mencari perkecualian dan menemukan variasi
|
Opportunistic sampling (memanfaatkan suatu kesempatan)
|
Memanfaatkan sesuatu yang tidak diharapkan
|
Random purposeful sampling (kecil, tetapi dipilih secara acak)
|
Meningkatkan kredibilitas data apabila sampel terlalu besar. Meskipun diambil secara acak, tidak dapat dilakukan generalisasi statistik
|
Sampling politically important cases
|
Menarik perhatian orang terhadap suatu penelitian, atau menghindari perhatian yang tidak diperlukan)
|
Mixing sampling strategies within a study
|
Meningkatkan validitas hasil penelitian dengan cara triangulasi.
|
Convenience sampling (memilih siapa saja yang mudah dipilih, dijangkau, dsb.)
|
Menghemat waktu, biaya dan usaha, namun informasi yang diperoleh mempunyai kredibilitas yang rendah.
|
Sumber: WHO, 1994.
Trustworthiness
Trustworthiness artinya apakah hasil penelitian tersebut berguna untuk dipercaya (trustworthy atau worth to trust). Dalam penelitian kuantitatif, digunakan istilah validitas (internal dan eksternal), reliabilitas dan objektivitas. Lincoln dan Guba (1985) menyarankan empat kriteria yang serupa dengan kriteria penelitian kuantitatif di atas dan strategi untuk meningkatkan atau menetapkan trustworthinessmasing-masing kriteria (yang akan diuraikan pada bab terpisah). Kriteria tersebut adalah:
Tabel 8. Kriteria trustworthiness*
Kriteria
|
Penelitian Kualitatif
|
Penelitian Kuantitatif
|
Truth value:
Bagaimana cara menetapkan bahwa hasil penelitian merupakan “the truth”? Who’s truth?
|
Credibility:
Apakah subjek penelitian dapat mengenali deskripsi dan interpretasi pengalamannya sendiri dalam hasil penelitian? (Konsep multiple realities)
|
Internal validity:
Apakah ada kesalahan sistematik (bias atau confounding) yang dapat menganggu hasil penelitian? (Konsep 1 single truth)
|
Applicability:
Apakah hasilnya dapat diterapkan ke konteks atau subjek yang lain (aplikabel)?
|
Transferability/Fitting-ness:
Menurut audiens, apakah hasil penelitian dapat ditransfer ke tempat, waktu, atau subjek lain?
|
External validity:
Apakah hasilnya dapat digeneralisasi ke populasi penelitian?
|
Consistency:
Apabila studi direplikasi ke subjek atau konteks yang serupa, apakah hasilnya konsisten?
|
Dependability/Audit-ability:
Berdasarkan konsep time dan context-bound, faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsistensi hasil penelitian apabila diterapkan ke subjek atau konteks yang lain?
|
Reliability:
Apabila studi diulang pada subjek atau konteks yang sama, apakah hasilnya serupa?
|
Neutrality:
Apakah karakter peneliti (bias, motivasi, minat, atau pandangan) mempengaruhi hasil penelitian?
|
Confirmability:
Apakah berbagai cara pengumpulan data menghasilkan penemuan yang serupa?
|
Objectivity:
Apakah peneliti bersikap objektif, value free?
|
Sumber: Lincoln dan Guba, 1985.
Analisis
Bagian ini merupakan letak kelemahan artikel atau laporan penelitian kualitatif secara umum. Seringkali pembaca hanya diberi informasi mengenai "what" (temuannya) dan sedikit bahkan tidak ada informasi mengenai "how" (bagaimana data tersebut dikumpulkan dan dianalisis). Proses analisis dalam penelitian kualitatif sangat berbeda dengan penelitian kuantitatif, oleh karena proses analisis dan juga pengumpulan data merupakan bagian dari emergent design dan dilakukan secara bersamaan (ongoing analysis). Proses analisis dimulai segera setelah pengumpulan data dimulai. Peneliti harus mendeskripsikan perekaman data, persiapan analisis (penyusunan transkrip), proses analisis dan cara analisisnya.
Analisis menceritakan mengenai bagaimana strategi peneliti untuk mereduksi sekian banyak data yang diperoleh dari responden menjadi informasi yang punya makna, yang lebih ringkas. Caranya adalah dengan melakukan koding. Koding adalah suatu proses yang kreatif untuk memecah data menjadi unit yang lebih kecil (kode), memahami unit-unit tersebut, dan kemudian merangkum kembali unit-unit tersebut (dalam bentuk kategori dan hubungan antar kategori). Unit koding dapat berupa kata, kalimat, atau paragraf, atau bagian dari data yang mempunyai makna tersendiri.
Untuk melakukan koding, perlu dipersiapkan kelengkapan transkrip (yaitu catatan lengkap mengenai seluruh data yang diperoleh dari responden, dalam bentuk aslinya). Transkrip tersebut sebelumnya dibaca setidaknya 2 kali, agar dapat mengingat kembali situasi dan isinya dan dengan demikian dapat melakukan koding in the right mood (penjelasan lebih lanjut mengenai koding terdapat dalam bab analisis data). Strategi koding dapat dilakukan dengan individual coding (koding yang dilakukan secara individual), group coding(koding yang dilakukan oleh kelompok), ataupun kombinasi keduanya untuk meningkatkan reliabilitas antar peneliti. Kode atau label tersebut kemudian dikelompokkan (proses ini disebut open coding), dan dicari bentuk keterkaitan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain (disebut axial coding).
Penyajian
Salah satu perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif adalah bahwa pembaca artikel penelitian seringkali merasa bahwa penyajian penelitian kuantitatif lebih sistematik daripada penelitian kualitatif, sehingga lebih mudah ditangkap alur pikir dan isinya. Penyajian hasil dan pembahasan dapat ditulis menjadi satu atau terpisah. Untuk penelitian kualitatif mungkin lebih mudah apabila ditulis dalam satu bagian, namun berisi informasi mengenai hasil penelitian dan pembahasannya. Pembahasan tidak hanya mencakup pembahasan hasil penelitian, tetapi juga meliputi pembahasan metodologis dan teoritis.
Seperti halnya penelitian kuantitatif yang datanya dapat disajikan dalam berbagai bentuk, misalnya tabel, grafik histogram, garis, pie, dan sebagainya, data kualitatif juga dapat disajikan dengan berbagai cara agar menarik bagi para pembacaranya. Cara penyajian kualitatif dapat berupa penyajian menggunakan kuotasi langsung, pohon taksonomi (taxonomy tree), bentuk tabel, skema koding, flow-chart, matriks, narasi, dan metafora. Disamping digunakan untuk menyajikan data pada laporan penelitian ataupun artikel publikasi, cara-cara penyajian tersebut dapat pula digunakan dalam proses analisis dan interpretasi data. Miles dan Huberman (1994) mendeskripsikan penyajian data dengan sangat rinci. Berikut adalah cara penyajian yang banyak digunakan dan penggunaannya.
Tabel 9. Berbagai cara penyajian hasil penelitian kualitatif
Cara penyajian
|
Penggunaannya
|
Kuotasi |
Kuotasi adalah kutipan pernyataan responden dalam bentuk aslinya (kalimat atau dialog), yang dapat disajikan sebagai bagian dari kalimat (apabila tidak terlalu panjang) atau terpisah dalam paragraf tersediri (apabila cukup panjang). Cara penyajian ini paling banyak digunakan, sehingga sering dianggap sebagai satu-satunya cara penyajian hasil kualitatif.
|
Tabel/matriks
|
Tabulasi dalam penelitian kualitatif berisi kata atau kalimat, bukan angka seperti halnya dalam penelitian kuantitatif.
|
Diagram
|
Berbagai bentuk diagram dapat digunakan dalam penyajian kualitatif terutama untuk menunjukkan suatu proses. Diagram dapat menunjukkan arah keterkaitan, kekuatan hubungan, ataupun jenis hubungan. Contohnya diagram alir, diagram peta konsep atau variabel (web).
|
Denah
|
Penyajian berbentuk denah dapat digunakan dalam observasi terbuka untuk menggambarkan suatu lokasi, tata letak atau alur kegiatan.
|
Model
|
Peran penelitian kualitatif untuk mengembangkan hipotesis atau teori dapat disajikan dalam bentuk model teori.
|
Metafora
|
Metafora adalah menyusun pengelompokkan atau pemolaan tertentu. Sebagai contoh, penelitian mengenai fungsi organisasi Departemen Kesehatan di Inggris menghasilkan metafora organisasi sebagai religi, mesin, organisme, dan marketplace.
|
Etik
Setiap penelitian sebaiknya dimintakan ethical clearance, yaitu semacam persetujuan dari komite etik penelitian di suatu institusi bahwa penelitian yang akan dilakukan ini tidak membahayakan responden penelitian. Ethical clearance pada umumnya diajukan oleh peneliti apabila penelitian yang akan dilakukan mencakup tindakan invasif pada tubuh manusia. Tren pada saat ini adalah mencantumkan informasi ini pada artikel di jurnal internasional, oleh karena meskipun menggunakan penelitian kualitatif, cara pengumpulan datanya pun dapat menginvasi pemikiran orang lain.
Penggunaan kombinasi penelitian kuantitatif dan kualitatif
Dalam penelitian, seringkali penelitian kuantitatif digunakan secara bersamaan dengan penelitian kualitatif. Bahkan hal ini cenderung menjadi tren penelitian kesehatan saat ini. (Namun demikian, saya tidak menyarankan mahasiswa S2 untuk menggunakan kedua penelitian tersebut, oleh karena konsekuensinya adalah saudara harus menguasai kedua penelitian tersebut. Lebih baik memilih satu diantaranya dan melakukannya dengan baik.) Mengingat paradigma yang digunakan dalam kedua penelitian tersebut bertentangan, maka sangatlah logis apabila kedua penelitian tersebut tidak dapat digunakan secara seimbang dalam sebuah penelitian, namun digunakan secara komplementer.
Morgan (1998) mengembangkan "The Priority-Sequence Model"berdasarkan prinsip komplementaritas antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Sesuai dengan nama modelnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh peneliti adalah menetapkan prioritas utama rancangan penelitian yang akan digunakan, yaitu apakah akan melakukan penelitian kuantitatif ataukah penelitian kualitatif. Pertimbangan ini tentunya didasarkan oleh pertimbangan bahwa rancangan penelitian yang berbeda mempunyai kelebihan yang berbeda pula. Langkah berikutnya, adalah bagaimana urutan penerapan rancangan penelitian komplementer tersebut, apakah akan diterapkan sebelum atau sesudah rancangan penelitian utama. Keputusan ini berkaitan erat dengan tujuan penggunaan rancangan penelitian komplementer serta informasi tambahan apakah yang akan melengkapi rancangan penelitian utama. Berdasarkan model tersebut, diperoleh 4 rancangan sebagai berikut:
Tabel 10. The Priority-Sequence Model*
Prioritas: rancangan utama
| ||||
Kuantitatif
|
Kualitatif
| |||
Urutan: rancang-an komple-menter
|
Di awal
|
(1) Kualitatif à KUANTITATIF
Studi kualitatif di awal dapat digunakan untuk merancang kuesioner atau intervensi pada studi kuantitatif. Contohnya penggunaan DKT untuk mengembangkan materi promosi yang sesuai dengan budaya masyarakat.
|
(2) Kuantitatif à KUALITATIF
Studi kuantitatif dapat digunakan untuk memberi pedoman mengenai hal-hal apa yang harus diperdalam dalam studi kualitatif ataupun dalam hal sampling kualitatif.
| |
Follow-up
|
(3) KUANTITATIF Ã kualitatif
Studi kualitatif pada akhir studi kuantitatif membantu peneliti untuk mengevaluasi dan menginterpretasi data yang diperoleh, terutama untuk hasil yang sulit dipahami atau tidak diharapkan atau menjadi outlier
|
(4) KUALITATIF Ã kuantitatif
Studi kuantitatif di akhir dapat digunakan untuk melakukan generalisasi hasil, menguji hipotesis yang muncul dari studi kualitatif.
| ||
* Sumber: Morgan, 1998
Diantara keempat rancangan kombinasi tersebut, rancangan pertama dan keempat adalah rancangan yang paling banyak digunakan. Coreil, Augustin, Holt, Halsey (1989) menggunakan rancangan penelitian kualitatif di awal mengenai hambatan-hambatan dalam pemanfaatan fasilitas pelayanan untuk mengidentifikasi faktor-faktor maternal yang dapat memprediksi tingkat imunisasi anak. Faktor-faktor tersebut kemudian digunakan dalam rancangan penelitian utama (yaitu penelitian kuantitatif dengan rancangan case-control) untuk mengukur faktor risiko. Contoh penggunaan rancangan keempat adalah pada penelitian mengenai strategi masyarakat miskin di Amerika menghadapi masalah biaya pelayanan kesehatan (Strickland & Strickland, 1995). Penelitian ini diawali dengan temuan studi kualitatif yang menunjukkan bahwa terdapat 5 strategi yang digunakan oleh masyarakat miskin, yaitu pemrioritasan pelayanan, pembiayaan pelayanan, penggunaan sumber daya yang rasional, substitusi pengobatan, dan penundaan pelayanan. Studi kualitatif ini kemudian diikuti dengan survei untuk menjawab pertanyaan strategi mana yang paling sering digunakan oleh masyarakat. Hasilnya, strategi yang paling banyak digunakan adalah strategi menunda pelayanan (45,1%).
Referensi
Adrien A, Godin G, Cappon P, Singer SH, Maticka-Tyndale E, Willms D. Overview of the Canadian study on the determinants of ethnoculturally specific behaviors related to HIV/AIDS. Canadian Journal of Public Health 1996; 87 (Suppl 1), S4-10.
Agyepong IA, Aryee B, Dzikunu H, Manderson L. The malaria manual: the guidelines for the rapid assessment of social, economic and cultural aspects of malaria. Geneva: UNDP/World Bank/WHO Special Program for Research & Training in Tropical Disease (TDR); 1995.
Agyepong IA. Malaria: ethnomedical perceptions and practice in an Adangbe farming community and implications for control. Social Science and Medicine 1992; 35 (2), 131-137.
Bentley ME, Pelto GH, Straus WL, Schumann DA, Adegbola C, Pena EDL. Rapid ethnographic assessment: applications in a diarrhea management program. Social Science and Medicine 1988; 27(1): 107-116.
Blum L, Pelto PJ, Pelto GH, Kuhnlein HV. Community assessment of natural food sources of vitamin A: guidelines for an ethnographic protocol. Boston: International Nutrition Foundation for Developing Countries and International Development Research Center; 1997.
Brassard P, Smeja C, Valverde C. Needs assessment for an urban native HIV and AIDS prevention program. AIDS Education and Prevention 1996; 8(4): 343-351.
Britten N, Jones R, Murphy E, Stacy R. Qualitative research methods in general practice and primary care. Family Practice 1995;12(1): 104-113.
Coreil J, Augustin A, Holt E, Halsey NA. Use of ethnographic research for instrument development in a case-control study of immunization use in Haiti. International Journal of Epidemiology 1989;18(4) Suppl 2:S33-37.
Creswell JW. Research design: qualitative and quantitative approaches. London: Sage Publications; 1994.
Gittelsohn, Pelto, Bentley ME, Bhattacharyya K, Jensen JL. Rapid Assessment Procedures (RAP): ethnographic methods to investigate women's health. Boston: International Nutrition Foundation; 1998.
Harris KJ, Jerome NW, Fawcett SB. Rapid assessment procedures: a review and critique (Commentary). Human Organization 1997; 56(3): 375-8.
Herman E and Bentley M. Manuals for ethnographic data collection: experience and issues. Social Science and Medicine 1992; 35(11): 1369-1378.
Kresno S, Harrison GG, Sutrisna B, Reingold A. Acute respiratory illnesses in children under five years in Indramayu, West Java, Indonesia: a rapid ethnographic assessment. Medical Anthropology 1994; 15, 425-434.
Lincoln YS and Guba EG. Naturalistic inquiry. London: Sage Publications; 1985.
Marshall C and Rossman GB. Designing qualitative research. London: Sage Publications; 1989.
Mathur P, Sharma S, Wadhwa A. Rapid assessment procedures for the health and nutritional profile of adolescent girls: an exploratory study. Food and Nutrition Bulletin 1996; 17(3): 235-240.
Miles MB and Huberman AM. Qualitative data analysis, an expanded sourcebook (2nd ed.). London: Sage publications; 1994.
Morgan DL. Practical strategies for combining qualitative and quantitative methods: applications to health research. Qualitative Health Research 1998;8(3):362-376.
Morse JM. What's wrong with random selection? (Editorial). Qualitative Health Research 1998;8(6): 733-735.
Murray SA, Tapson J, Turnbull L, McCallum J, Little A. Listening to local voices: adapting rapid appraisal to assess health and social needs in general practice. British Medical Journal 1994; 308, 698-900.
Ong BN, Humphris G, Annett H, Rifkin S. Rapid appraisal in an urban setting, an example from the developed world. Social Science and Medicine 1991; 32(8), 909-915.
Patton MQ. Qualitative evaluation and research methods. 2ndedition. London: Sage Publications; 1990.
Polit DF and Hungler BP. Essentials of nursing research: methods, appraisal, and utilization. 4th edition. Philadelphia: Lippincott; 1997.
Popay J, Rogers A, Williams G. Rationale and standards for the systematic review of qualitative literature in health services research. Qualitative Health Research 1998; 8(3): 341-351.
Rahardjo TBW, Kirana R, Tanaya ZA, Wartinah. Model pelayanan kesehatan usia lanjut oleh masyarakat (penelitian kualitatif di Kecamatan Tomohon, Sulawesi Utara). Jurnal Epidemiologi Indonesia 1997;1(1):9-18.
Sackett DL, Haynes RB, Guyatt GH, Tugwell P. Clinical epidemiology, a basic science for clinical medicine (2nd ed.). Boston: Little, Brown and Company; 1991.
Sandelowski M. Sample size in qualitative research. Research in Nursing and Health 1995;18:179-183.
Scrimshaw SCM, Carballo M, Ramos L, Blair BA. The AIDS rapid anthropological assessment procedures: a tool for health education planning and evaluation. Health Education Quarterly 1991; 18(1): 111-123.
Shawyer RJ, Gani AS, Pununimana AN, Seuseu NKF. The role of clinical vignettes in rapid ethnographic research: a folk taxonomy of diarrhoea in Thailand. Social Science and Medicine 1996; 42(1), 111-123.
Singer SM, Willms DG, Adrien A, Baxter J, Brabazon C, Leaune V. Many voices -- sociocultural results of the ethnocultural communities facing AIDS study in Canada. Canadian Journal of Public Health 1996; 87(Suppl 1): S26-32.
Strickland WJ and Strickland DL. Coping with the cost of care: an exploratory study of lower income minorities in the rural South. Fam Community Health 1995;18(2):37-51.
Sureni I. Perilaku seksual pasca diagnosis kanker leher rahim dan payudara, studi kasus di DIY. Magister Promosi dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 1999.
Utarini A, Winkvist A, Pelto GH. Appraising Rapid Assessment Procedures (RAP) studies in health: eleven critical criteria. 1999. Submitted to Qualitative Health Research.
Utarini A, Winkvist A, Ulfa FM. Rapid Assessment Procedures of Malaria in Low Endemic Countries: Community perceptions in Jepara District, Indonesia. In manuscript.
Watts SJ, Brieger WR, Jacoob M. Guinea worm: an in-depth study of what happens to mothers, families and communities. Social Science and Medicine 1989; 29(9): 1043-1049.
Willms D, Singer SM, Adrien A, Godin G, Maticka-Tyndale E, Cappon P. Participatory aspects in the qualitative research design of phase II of the ethnocultural communities facing AIDS study. Canadian Journal of Public Health 1996; 87 (Suppl 1): S15-21.
Winkvist A and Akhtar HZ. Images of health and health care options among low income women in Punjab, Pakistan. Social Science and Medicine 1997;45(10):1483-1491.
World Health Organization. Focused ethnographic study of acute respiratory infections. Geneva: World Health Organization, Programme for the Control of Acute Respiratory Infections Division of Diarrheal and Acute Respiratory Disease Control; 1993.
World Health Organization. Qualitative research for health programmes. Geneva: WHO Division of Mental Health; 1994.
Ceklis Penulisan Rancangan Penelitian Kualitatif
(sesuai dengan pedoman Pascasarjana UGM)
3.1 Jenis dan rancangan penelitan
· Apakah pembaca memperoleh gambaran mengenai keuntungan dan kerugian penggunaan penelitian kualitatif dalam penelitian Saudara?
· Apakah dijelaskan jenis rancangan kualitatif yang digunakan? Apabila ada pendekatan spesifik yang digunakan (misalnya etnografi, antropologi, grounded-theory, rapid assessment procedures, dsb.) dapat dijelaskan pada bagian ini.
3.2 Materi penelitian
· Apakah dijelaskan alasan pemilihan lokasi atau organisasi sasaran penelitian? Apakah digunakan teknik sampling tertentu?
· Karakteristik apa yang ingin diwakili dalam sampling? Bagaimana cara penetapan informan kunci, kelompok FGD ataupun sampling observasinya tergantung dari cara pengumpulan data yang dipilih)
3.3 Alat penelitian
· Apakah disebutkan cara pengumpulan data yang dipilih beserta alasannya? Bagaimana prosedur pengumpulan datanya?
· Apakah dikembangkan dan digunakan pedoman lapangan untuk pengumpulan data?
· Apakah digunakan asisten peneliti, bagaimana cara merekrut dan melatih asisten peneliti?
· Apakah dijelaskan latar belakang, pre-understanding, dan sensitivitas peneliti dan asisten peneliti yang mungkin mempengaruhi penelitian Saudara?
3.4 Variabel
· Apa variabel konstruk yang digunakan pada penelitian ini?
· Bagaimana definisi variabel yang diacu pada penelitian ini?
3.5 Jalannya penelitian
· Apakah dijelaskan langkah-langkah untuk mendapat ijin penelitian dan melakukan pendekatan terhadap lokasi dan sasaran penelitian?
· Apakah dijelaskan prosedur pencatatan informasi selama pengumpulan data?
3.6 Analisis data
· Apakah dideskripsikan tahap-tahap dalam proses analisis data (coding)?
· Apakah dijelaskan cara untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas data?
· Apakah dijelaskan keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian kualitatif ini?
· Apakah dijelaskan temuan-temuan yang diharapkan dari penelitian kualitatif ini?
|
[1] Member-check adalah umpan balik hasil penelitian kepada responden lain yang serupa dengan subjek penelitian sebagai pembuat realita pada saat proses pengumpulan data masih berlangsung. Peer-debriefing adalah mengungkapkan hasil penelitian kepada orang lain (biasanya pakar) yang tidak terlibat dalam penelitian selama proses pengumpulan data masih berlangsung. Reflective journals adalah catatan peneliti untuk merefleksikan ide-ide yang bersifat subyektif atau bias (Lincoln & Guba, 1985). Triangulasi adalah kombinasi beberapa metode untuk mengamati fenomena yang sama (Patton, 1990).
[2] Saturation (saturasi) atau redundancy mempunyai arti harafiah kejenuhan. Makna kejenuhan adalah pada saat tertentu peneliti sudah tidak memperoleh informasi baru (bukan penelitinya yang jenuh), sehingga pengumpulan data mungkin sudah memadai.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar yang baik dan jangan Spam